Bukan seperti yang sebelumnya, 300: Rise of Empire kali ini disutradarai Noam Murro, yang debut penyutradaraannya belum terlihat baik. Entah apa yang membuat WarnerBros. berfikiran melontarkan Zack Snyder hanya menjadi penulis naskah ketimbang duduk sebagai sutradara dan menulis naskahnya lagi. 300: Rise of Empire dibuka dengan kisah heroik tentang seorang Themistokles (Sullivan Stapleton) yang membuat kesalahan besar di masa lalunya yang memicu pertempuran besar antara Yunani dan Persia. Komandan perang dari Persia, Artemisia (Eva Green) yang memiliki dendam tak berhujung terhadap Yunani, menghasut dan memanipulasi putra dari Raja Persia, Xerxes (Rodrigo Santoro) sehingga perang antara Persia dan Yunani dimulai.
Untuk satu point, 300: Rise of Empire bisa dikatakan film yang menyuguhkan perang yang luar biasa. Setidaknya untuk taktik perang dan efek slow motion, and good for you Noam Murro. Tapi tidak secara keseluruhan, secara pribadi, visual effect dalam film 300: Rise of Empire ini sama sekali tidak berbeda dari film 300 yang menggunakan budget $65million (300: Rise of Empire menggunakan budget hampir $100million). Efek dari laut, kapal, bahkan CGI dari perang-perangnya masih terlihat kurang sempurna, meski tidak buruk. Untuk setting tempat dengan efek yang hampir sama dengan perang-perangan antar dewa atau dengan bangsa Yunani difilm lain masih bisa dimaklumi dan pastinya berasa familiar, well, it's colossal movie, right? Nothing special.
300: Rise of Empire ini adalah penggabungan dari Sequel dan Prequel film 300, Seperti yang sudah dikabarkan juga, bahwa dalam 300: Rise of Empire ini, akan diceritakan bagaimana seorang Xerxes berubah menjadi King of God, dan cerita bagaimana kebangkitan Athena, well, khususnya Yunani. And to be honest, penggabungan tersebut menghasilkan suatu rangkaian alur yang menarik, dan cukup baik. Setidaknya, kita tidak hanya disuguhkan bagaimana perang-perangan orang Yunani ini terjadi, tetapi kita seperti dibacakan cerita pengantar tidur tentang bagaimana hebatnya para tentara Yunani dalam berperang, dan saya menikmati setiap detik yang di isi dengan aksi-aksi memukau yang berdarah-darah, hanya saja lebih baik kalau adegan-adegan tersebut tidak lebay untuk dicut
Unsur heroik dari film ini sedikit berkurang karena akting dari Sullivan Stapleton yang kurang membangun. Karismatik memang, tapi untuk menjadi seperti Gerard Butler dengan suara ekstra besar untuk teriak-teriak hampir disetiap perangnya serta gaya kepemimpinan yang pas masih belum bisa dicapai oleh Stapleton, memang, Stapleton seorang Athenians bukan Spartan, tetapi saya berharap sisi itu ada pada Stapleton. Untungnya, sikap pintar yang menyakinkan bahwa seorang Themistokles dari Athena adalah seseorang yang bijaksana, memiliki karismatik dengan taktik perang yang brilliant terdapat pada Stapleton, not good and not too bad.. tetapi nilai plus sebenarnya terdapat pada Artemisia yang diperankan oleh Eva Green. Karakternya begitu kuat dengan latar belakang yang begitu kelam dengan wajah dendam yang tergambar jelas. Akting dan aksen yang luar biasa sebagai seorang komandan perang perempuan yang haus akan dendam dan kehancuran berhasil dia lakoni dalam film yang berdurasi
No comments:
Post a Comment